Minggu, 23 Februari 2014

My Vision about Marriage

Jangan kaget dulu dengan judul di atas!
Kenapa saya ngambil judul itu di atas? Itu mungkin pertanyaan yang klise bagi para pembaca setia (if any :D) atau kepoers atau blog walkers yang menyempatkan waktunya untuk sekedar mampir di blog ini. Yaah jawabannya klise juga. Karena saya tiba-tiba kepikiran untuk bikin postingan yang topiknya tentang 'Menikah' :p

Sering nggak sih pas ketemu sama temen dari orangtua kita, terus temennya orangtua kita itu bilang "wah anakmu udah besar ya. bentar lagi bakal punya mantu nih" atau pertanyaan-pertanyaan lain sejenis. Nah mungkin nggak cuma saya aja yang mengalami itu. Saya yakin kalian pun pernah mengalaminya :) Pas dikasi pertanyaan sejenis itu biasanya saya sih cuma membatin aja "mau nikah gimana, pacar aja belum punya!". 

Saya nggak mau menyebut diri saya mengenaskan hanya karena tidak belum mempunyai pacar/calon suami/calon pendamping hidup/etc/blablabla. Setelah beberapa kejadian yang tidak perlu saya ceritakan disini saya berprinsip bahwa saya nggak ingin pacaran yang hanya buat main-main lagi. Saya kepinginnya ketika saya menemukan seorang pacar semoga itu memang benar-benar jodoh saya dan berakhir di hubungan pernikahan. Yah saya nggak mau sok sok woles. Jujur saja saya pernah mengalami masa-masa krisis kepercayaan diri kenapa kok saya belum dianugerahi seorang pacar/jodoh, dimana beberapa teman-teman saya bahkan ada yang udah menikah :( Secara psikologis, emang wajar kalau ada pikiran seperti itu karena memang di usia-usia saya seperti ini idealnya fokus hidup adalah untuk tujuan karier dan hubungan cinta. Tetapi setelah saya pikir-pikir lagi mungkin Allah memang masih menyimpan jodoh saya dan memang belum direstui untuk dipertemukan saat ini. 

Saya sempat ada pikiran ingin menikah di usia 23 tahun. Entah mungkin karena pada saat itu momennya bertepatan ada salah satu teman saya yg menikah dan saya ngeliat mereka duduk di pelaminan itu sepertinya suatu hal yang sangat sangat membahagiakan menurut saya. Atau mungkin juga karena terpengaruh dengan prinsip saya yg tidak ingin lagi untuk pacaran-pacaran lagi. Saya mungkin hanya membayangkan betapa enaknya punya partner hidup yang seutuhnya adalah milik saya. 

Rumah tangga itu rumit, kalau sederhana, itu rumah makan padang - Agus Kuncoro
  Pada suatu waktu saya dihadapkan dengan sebuah realita yang menunjukkan bahwa dalam pernikahan itu pasti ada kalanya ditimpa cobaannya. Namun, tinggal bagaimana pasangan itu menghadapi cobaan. Banyak sekali contoh rumah tangga yang sudah bepuluh-puluh tahun dibina namun ketika ada cobaan yang mungkin sudah mencapai titik puncaknya, pasangan tersebut justru "menyerah pada keadaan" dan memilih perceraian sebagai jalan keluarnya. Pikiran saya sedikit demi sedikit mulai terbuka bahwa memang sebuah rumah tangga itu nggak mungkin akan selalu berjalan mulus. Sebuah hubungan rumah tangga justru akan didewasakan dari pengalaman bagaimana pasangan tersebut menghadapi suatu cobaan. 

Melihat realita tersebut, pikiran saya untuk menikah muda-pun mulai menghilang. Saya ingat cerita salah satu dosen saya yang bahkan hingga usia 30 tahunan belum juga menikah. Dosen saya mengatakan "Saya sekarang memang sendirian namun saya sudah cukup bahagia dengan kehidupan yang saya miliki. Saya tidak tahu apakah ketika saya menikah nanti saya akan lebih bahagia atau bagaimana". Kalo menruut teorinya Maslow, mungkin dosen saya memang telah mencapai aktualisasi dirinya sampai-sampai ia mungkin menomorakhirkan urusan menikah. 

Bulan Januari lalu, kebetulan kakak sepupu saya baru saja menikah. Saya mengobrol dengan kakak sepupu saya itu. Dia sempat nyeletuk "wah bentar lagi nyusul ini kamu!" dan saya hanya menimpalinya dengan ketawa kecil. Kakak sepupu saya lalu bertanya "target nikah usia berapa dek?". Lalu saya jawab "aduh nggak tau mas. pengennya masih seneng-seneng dulu". Mas saya menimpali "kamu umur berapa se sekarang?" "20 mas" "Kalo cewek tuh idealnya yah 23-24-25 lah. Ntar lulus kuliah mau sekolah lagi?" "Insyaalah iya pengen lanjut lagi." Lalu saya pun cerita tentang dosen sy yang telah mencapai aktualisasi dirinya itu. Mas saya komentarnya seperti ini:

"Waaa kalo aku sih nggak setuju. Soalnya apa? Walaupun dia udah bahagia dengan keadaannya sekarang, mau gimanapun dia akan butuh seorang pendamping. Kan kita hidup juga bakalan jadi tua. Sementara saudara-saudara atau temen-temen kita juga akan bertambah tua dan bakalan punya kehidupan masing-masing dengan pasangannya. Kalo udah kayak begitu terus kita kalo ga punya pasangan hidup mau sama siapa?! Emang mau jd kesepian. Apalagi kalo buat cewek. Usia diatas 30 tahun itu sebenarnya juga udah rentan. Apalagi kan kalo pengen punya anak usia-usia 30 tahun ke atas itu rawan banget. Kalo menurutku sih ya gapapa nyenengin diri sendiri dulu tapi urusan nikah juga jangan dilupain."

OH MY GOD, HE'S SUCH A GENIUS MAN!!!!! :( Dia membuka pikiran saya. 

Be Careful of What You Wish For
Saya sekarang 20 tahun. Saya masih memiliki banyak sekali mimpi-mimpi yang belum saya raih. Saya masih ingin jalan-jalan, saya masih ingin lanjut sekolah, saya ingin membahagiakan orangtua saya, saya ingin mencapai titik puncak aktualisasi diri saya, and saya pun ingin bertemu dengan partner hidup saya dan membina rumah tangga. Saya tak tahu kapan waktunya Allah mempertemukan saya dengan jodoh saya. Namun ketika waktu itu datang, saya yakin itulah yang terbaik yang Allah berikan pada jalan hidup saya. Saya akan siap secara lahir batin ketika Allah telah memberi restunya untuk saya. Pada prinsipnya saya akan menikah ketika Allah sudah 'memberi restu' bahwa memang inilah waktunya dan saya telah siap secara psikis dan yang tak kalah terpenting adalah secara finansial :)

----------
not allowed to copy and paste without permission
copyright by ephemera blog 2014